TEOLOGI
KONTEMPORER
Teologi kontemporer atau yang
sering disebut juga dengan Teologi Modern sering juga disebut teologi Historis-Kritis.
Pengertian dari teologi kontemporer itu sendiri adalah teologi yang berdasarkan
pada skeptis atau yang sering disebut dengan menaruh kecurigaan dan keragu-raguan
terhadap Alkitab. Bagi kalangan ini, Alkitab tidak diterima lagi sebagai wahyu
Allah atau kebenaran yang diilhamkan, baik dari sisi sejarahnya maupun berita
yang disampaikan oleh Alkitab tersebut. Makanya bagi kalangan mereka, Alkitab
tidak diterima sebagai satu-satunya sumber teologi. Jadi kalau demikian, apa
yang menjadi sumber teologi mereka? Sumber teologi mereka adalah filsafat, dan
dapat dikatakan bahwa bagi kalangan ini bahwa mereka telah menggeser
kedudukan firman Tuhan dan
menggantikannya dengan fisafat.
1.
Latar belakang teologi
kontemporer
Teologi
kontemporer dalam arti yang sesungguhnya baru lahir tahun 1919 di Swiss, 40 mil
sebelah selatan perbatasan dengan Jerman. Karl Barth (1886-1968), yang sudah
melayani di tempat tersebut sejak tahun 1919 yaitu tepatnya sejak beliau
berusia 25 tahun. Kemudian teologi ini dilanjutkan oleh Immanuel Kant.[1]
Jadi, tahun 1919lah merupakan titik tolak lahirnya teologi kontemporer.
a. Renaissance
Renaissance
berarti kelahiran baru, dan menjelaskan kebangkitan intelektual yang terjadi di
Eropa setelah abad pertengahan. Periode ini juga sering disebut sebagai sebuah
kebangkitan pembelajaran. Renaissance ini muncul dari 1350-1650. [2]
Jadi penekanan renaissance ini adalah kemuliaan manusia bukan kemuliaan Allah.
Pusat dari manusia dan dunia ini adalah manusia dan bukan Allah. Manusia pada
saat sudah bertolak kepada rasio atau penalaran bukan lagi pada wahyu ilahi.
Renaissance
telah mendatangkan skeptis (keragu-raguan) terhadap Alkitab dan hal-hal yang supranatural.
Tokoh filsafat seperti Descartes, Spinoza dan Libniz berargumentasi bahwa
penalaran manusia dan ilmu pengetahuan mampu untuk memahami teka-teki
kehidupan. Tulisan-tulisan parahumanis sekular berperan dalam meremehkan
Alkitab, mukjizat, dan wahyu ilahi. Pencerahan dari filsafat humanis sekular
telah melakukan dasar bagi liberalisme riligius dan penyangkalannya pada
hal-hal yang supranatural.
Ada beberapa tokoh pencerahan, antara lain:
John Locke (1632-1704), berargumentasi bahwa semua yang ada dalam pikiran
manusia berasal dari sensasi, memang Locke mengakui beberapa aspek dari wahyu
ilahi, namun ia menyangkal inti dari iman Kristen yang kontradiksi dengan
penalaran yang berdasar pada pengalaman. Ada juga George Berkeley (1685-1753),
mengajarkan bahwa semua pengetahuan ada dalam pikiran. Dengan kata lain,
Berkeley menyangkal wahyu khusus. Serta David Hume (1711-1776) yang adalah
seorang skeptis yang berasal dari Skotlandia, mengkritisi mukjizat-mukjizat di
Alkitab, serta menyangkal bahwa kemungkinan untuk dapat mengetahui kebenaran
yang objek.[3]
Jadi, dapat dikatakan bahwa ketiga tokoh di atas membangun teologi di atas
rasio, menolak wahyu dan Alkitab.
b. Idealisme.
Idealisme
adalah filsafat yang menyataan bahwa realitas tidak terletak pada wilayah fisik,
melainkan dalam wilayah akal. Di balik semua realitas ada akal ilahi, yang
menggerakkan dunia ke arah yang lebih baik. Adapun tokoh idealisme ini adalah
Immanuel Kant (1724-1804), Kant
berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang Allah harus berasal dari
penalaran. Kant menolak bukti-bukti tentang keberadaan Allah, dengan menyangkal
keabsahannya.[4]
Kant juga menggolongkan kekristenan dan nilai kekristenan di bawah wilayah
moral.[5]
Yang membuat Kant berargumentasi seperti demikian karena Kant menggabungkan
antara rasio dan empiris (pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah). Tokoh
berikutnya adalah Georg w.f. hegel (1770-1831), mengajarkan bahwa hanya pikiran
yang riil, setiap hal lain merupakan ekspresi dari yang absolute yang adalah
Allah.[6]
Kedua tokoh di atas menganggap kekristenan hanya sebuah sistem etika, bukan
wahyu dari Allah.
2.
Ciri-ciri
teologi kontemporer
Adapun ciri-ciri dari teologi kontemporer
yang paling menonjol adalah mempertuhankan rasio. Secara umum, memandang rasio sebagai satu-satunya
kaidah kebenaran . Dalam menempatkan rasio sebagai tolok ukur kebenaran,
mengakibatkan beberapa hal bagi kaum penganut teologi kontemporer, antara lain:
tergesernya Alkitab sebagai firman Allah yang berotoritas, penolakan terhadap
otoritas Alkitab yang adalah firman Allah, dan lahirnya berbagai paham-paham
(isme). Paham-paham yang berpengaruh sangat kuat dalam perkembangan teologi
kontemporer adalah:
ü Historisme:
menekankan bahwa tolok ukur historis yang selama ini dipandang akurat dan
objektif yang harus diuji ulang sejak hadirnya pencerahan. Sedangkan, yang kita
ketahui banyak sejarah dalam Alkitab yang tidak dapat di jelaskan secara
empiris.
ü Saintisisme:
sejak Galileo, para ilmuwan berhasil mempromosikan kehebatan ilmu pengetahuan
sebagai jawaban terhadap semua misteri dalam dunia, maka kisah penciptaan Kej
1dan 2 ditolak.
ü Kritisisme: studi tentang naskah-naskah dari
abad pertengahan yang diakui asli, ternyata tidak benar oleh pemikiran modern,
maka para ahli berusaha mencari naskah asli berdasarkan metode ilmiah dan
perjanjian lama serta perjanjian baru dikritik dengan metode kritik tinggi.
ü Rasionalisme:
menempatkan rasio sebagai sumber ilmu pengetahuan, etika, estetika, agama. Jadi
semua unsur yang tidak rasional harus dibuang dari arena kepercayaan.
ü Optomisme:
pencerahan tidak mengakui dosa asal. Dosa dianggap sebagai suatu peristiwa
psikologis dan khalayan belaka. Ajaran yang menekankan penderitaan salib harus
diganti dengan pemikiran dan ajaran yang positif, optimis.
Semua aliran teologi yang disebut
teologi kontemporer adalah teologi historis-kritis, yang mendasarkan pemikiran
teologinya bahwa Alkitab adalah sebuah buku kuno. Alasan mengapa penganut
teologi kontemporer memiliki pemikiran teologi historis-kritis adalah, setiap isi
Alkitab yang adalah sejarah tidak dapat diterima dengan rasio.[7]
3.
Ruang
lingkup teologi kontomporer
Ruang
lingkup dari teologi kontemporer itu sendiri ada banyak, antara lain seperti
berikut:
Ø Teologi
liberal (1763-1834): menempatkan penalaran manusia dan penemuan-penemuan ilmiah
pada tempat utama, segala sesuatu yang tidak sepakat dengan penalaran dan ilmu
pengetahuan harus ditolak. Akibatnya, teologi liberal menolak doktrin historik
dari iman Kristen, karena berhubungan dengan mukjizat dan supranatural.
Ø Teologi
neo-Ortodox (setelah perang dunia I): mengaplikasikan kembalinya pada
kepercayaan Kristen ortodoksi setelah hampir dua abad berlangsungnya liberalisme.[8] Dalam
teologi neo-ortodox ini ada kejanggalan, karena mereka memperlakukan Alkitab
lebih serius daripada liberalisme lama, namun tetap mempertahankan
fondasi-fondasi liberalisme. Jadi memang ada kebingungan di dalamnya.
Ø Teologi
Demitologisasi (oleh Rudoolf Bultmann,1941): memahami keberadaan manusia dari
perspektif manusia dan dapat diterima oleh manusia modern.
Ø Teologi
Fundamental: mempertahankan teologi injili tetapi mati-matian menolak rasio dan
filsafat dalam berteologi, teologi Fundamental ini juga terlalu kaku.[9]
Ø Teologi
Pengharapan (1965, perang dunia I dan II): saat itu disebut era kebingungan,
dimana manusia sedang mencari-cari jawaban atas ketidak menentuan yang terjadi.
Ø Teologi
Neo-Evangelikalisme (1948), frase ini merupakan suatu usaha untuk merelasikan
fase yang baru ini dalam teologi injili dengan fundamentalisme yang lama, yang
pada saat bersamaan menekankan ketidakpuasan terhadap beberapa bagian yang lama
itu.[10]
Ø Teologi
sekularisasi: setuju bahwa problem-problem dunia ini harus menjadi perhatian
utama dari orang Kristen, mereka menyesalkan banyak cara-cara di mana Gereja
telah merasionalkan kegagalannya dalam mengahadapi kejahatan sosial dan
politis.[11]
Ruang
lingkup dari teologi kontemporer, selain di atas masih mencakup hal-hal lain,
misalnya: teologi sejarah, teologi evolusi, teologi proses, mistikisisme,
pietisme, dan dispensasionalisme.
4.
Konsep
dasar teologi kontemporer
Teologi kontemporer dibangun di atas
dasar filsafat, bukan atas dasar firman Allah (Alkitab). Filsafat yang
mempengaruhi gereja dan teologinya sejak abad pertengahan. Pada masa
renaissance, Filsafat dipadukan dengan paham humanisme, dan para teolog
kontemporer berusaha membandingkan antara filsafat dengan Alkitab yang
mengakibatkan: tergesernya otoritas Alkitab dalam kehidupan orang percaya,
Alkitab bukan satu-satunya sumber bagi teologi Kristen. Jadi para teolog tidak
lagi merasa cukup dengan Alkitab sehingga memakai filsafat kafir sebagai sumber
teologi mereka. Selain dasar teologi kontemporer adalah filsafat, bagi mereka
manusia juga adalah sebagai pusat alam semesta. Seperti halnya bagi penganut
teologi kontemporer, rasio di tempatkan menjadi tolok ukur kebenaran, dan kita
ketahui pemilik rasio itu adalah manusia sendiri. Jadi, seiring dengan adanya
peranggapan bahwa manusia modern ini telah matang, maka segala sesuatu yang ada
dalam Alkiatab diterima apabila hal itu dapat dilogikakan. Dan akhirnya, konsep
dasar teologi kontemporer adalah metode historis kritis, yang berarti segala
sesuatu yang merupakan sejarah dalam Alkitab dikritisi, jadi hal-hal yang
berbau sejarah dan tidak dapat dibuktikan tidak diterima sebagai Alkitab
dianggap hal itu adalah sebuah mitos.
SIFAT
TEOLOGI
Istilah “teologia” memang tidak mudah di
definisikan. Sekalipun jelas bahwa teologia merupakan kombinasi dari dua kata
Yunani “theos” (Allah) dan “logos” (kata, pemikiran, uraian, ilmu), namun
istilah tersebut telah dipergunakan secara luas. Jadi, teologia adalah suatu
pembicaraan secara rasional tentang Allah dan pekerjaan-Nya.[12]
Dengan demikian, ketika kita berbicara tentang teologi, kita tidak hanya berbicara
tentang Allah saja, tetapi juga tentang orang Kristen dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan Tuhan.
1.
Sumber-sumber
Teologi
Teologi yang sehat pertama-tama sekali
harus mengacu pada Alkitab sebagai sumber untuk mendapatkan “bahan mentahnya”.
Singkatnya, dalam berteologi, Alkitab merupakan suatu keharusan untuk diteliti,
tetapi bukan merupakan “barang” yang sudah jadi. Apabila dikatakan bahwa
Alkitab merupakan keharusan, itu berarti bahwa apa yang dikatakan oleh
seseorang tentang Allah dan menusia dalam berteologi haruslah sinkron/sepadan
dengan ajaran Alkitab.
Sumber teologi selanjutnya adalah
melihat kepada semua “barang” yang sudah jadi, misalnya dengan mempelajari apa
yang sudah dihasilkan di dalam teologi biblika, teologi historika, dan teologi
filosofika. Teologi biblika adalah menelusuri perkembangan suatu tema tertentu
(misalnya, perjanjian) akan menyajikan meteri yang luas dari Alkitab secara
progresif.[13]
Teologi historika adalah memberikan kontribusi dengan memperlihatkan berbagai
cara penafsiran Alkitab yang pernah dilakukan gereja atau teolog di masa yang
lampau. Sedangkan, teologi filosofika adalah membantu untuk merelevansikan
pemikiran teologis dengan cara kritis memaparkan isi teologi kepada dunia
kontemporer.
2.
Teologi
dan filsafat
Teologi dan filsafat jika dilihat dengan
sekilas memiliki tujuan-tujuan yang sama, namun demikian keduanya sangat
berbeda dalam pendekatan serta caranya dalam mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Hanya teologi bertolak dari keyakinan akan adanya Tuhan dan bahwa Tuhan
merupakan sumber segala sesuatu, kecuali dosa. Maka filsafat bertolak dari
suatu hal lain yang dianggap ada dan dari gagasan bahwa hal yang ada itu sudah
cukup kuat untuk menjelaskan segala sesuatu yang ada (pikiran dan ide). [14]
Jadi, teologi percaya bahwa Tuhan telah berkenan menyatakan diri-Nya kepada
menusia, sedangkan filsafat menolak adanya Tuhan apalagi mengenai Tuhan
menyatakan diri kepada manusia, itu adalah hal yang sangat tidak diterima oleh
filsuf-filsuf. Pada akhirnya, kita dapat simpulkan bahwa teologi dibangun pada
dasar yang kokoh sedangkan filsafat hanya bertumpu pada dugaan-dugaan dan
perkiraan-perkiraan para filsuf itu sendiri.
3.
Manfaat berteologi
Kita mempelajari teologi, bukan
hanya sekedar belajar untuk memgetahui suatu pelajaran, tetapi ada hal-hal yang
akan kita dapatkan ketika kita belajar teologi. Manfaat berteologi itu sendiri adalah
sebagai berikut:
1. Menginterpretasikan (menafsirkan) Alkitab
supaya kebutuhan manusia zaman sekarang ini terpenuhi.
2. Teologi
juga bermanfaat untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari kehidupan manusia di
setiap zaman.
3. Membantu
setiap manusia agar dapat menerapkan Alkitab ke dalam setiap segi kehidupan,
perbuatan, dan pemikiran.
4. Teologi
bermanfaat untuk menerangi kekurangan dan ketidakjelasan pikiran manusia dalam
menanggapi isi Alkitab.
5. Berteologi
juga bukan hanya menafsirkan Alkitab tetapi harus mempelajari dan menafsirkan
lingkungan hidup manusia, situasi atau kondisi permasalahan manusia,
fakta-fakta dari ilmu-ilmu lain (yang berhubungan antara teologi dan ilmu
lain), serta kecenderungan pikiran manusia yang menafsirkan dan menerapkan
teologi.
6. Yang
paling penting dari semuanya adalah berteologi bermanfaat untuk menafsirkan isi
Alkitab dari kitab kejadian hingga kitab wahyu.
7. Menganalisis
apa yang sebenarnya hendak diajarkan Alkitab secara keseluruhan, setiap pasal,
perikop, atau teks,”apa sebenarnya yang dimaksudkan oleh penulis”?
8. Meneliti
latar belakang sejarah, konteks budaya, dan penggunaan tata bahasa tertentu
dari penulis Alkitab.
9. Mengerti
atau memahami, serta dapat menghubungkan dari perjanjian lama ke perjanjian
baru yaitu konsep anologia Sciptura dari Alkitab (Alkitab menjelaskan Alkitab),[15]
contoh: tentang arti dari korban persembahan di perjanjian lama akan semakin
jelas apabila dipelajari dengan melihat ke dalam perjanjian baru.
10. Menemukan
maksud utama (tema central) Alkitab dari kitab kejadian sampai kitab wahyu.[16]
11. Teologi
juga bermanfaat untuk menghindarkan kesesatan. Dengan mengetahui apa yang
diajarkan “seluruh Alkitab” tentang topik tertentu, maka akan membantu untuk
terhindar dari pengertian yang bertentangan dengan Alkitab.
12. Teologi
juga untuk mengajar orang lain tentang apa yang dikatakan Alkitab mengenai
topik tertentu, dan perlu juga melakukan pengumpulan atau pengelompokan semua
ayat Alkitab untuk topik tertentu sehingga kemudian terbentuk suatu ringkasan
yang sistematis serta perlu juga melakukan ini karena keterbatasan ingatan dan
waktu yang dimiliki.
KESIMPULAN
Setelah kita melihat penjelasan di atas, dapatlah
kita simpulkan bahwa sesungguhnya, jika kita lebih teliti mempelajarinya,
teologi kontemporer telah memberi pengaruh dalam dunia teologi. Teologi
kontemporer memberi pengaruh baik dari segi penafsiran. Dapat kita ketahui
orang-orang Kristen saat ini saat menafsirkan firman Tuhan terkadang secara
tidaka sadar telah menggunakan filsafat untuk memperkuat pemberitaan firman
Tuhan yang disampaikan tersebut. Jika kita lihat ke belakang, kaum Ortodok
dalam menafsirkan firman Tuhan cukup hanya mencari bahan untuk khotbah dengan
sumber Alkitab saja.
Gereja-gereja di Indonesia pun juga
ketika kita lihat lebih teliti sudah mulai terseret dan telah dipengaruhi oleh
teologi kontemporer tersebut. Makanya tidak heran, ada beberapa gereja lokal
dengan doktrin yang telah dibumbuhi dengan ajaran teologi kontemporer.
Misalkan, ada gereja lokal di Indonesia dengan menekankan ajaran “berkat,
berkat, dan berkat”, dan ajaran “kemakmuran”. Memang hal tersebut tidaklah
salah, tetapi jika motifasi dalam mengikut Tuhan Yesus hanya untuk demikian,
pengiringannya kepada Yesus sia-sia.
Jadi dengan mengingat
demikian, pengaruh teologi kontemporer telah marak dalam dunia teologi, perlu
ditekankan bahwa setiap organisasi harus berupaya untuk membuat setiap anggota
jemaat Kristen dapat memahai dengan benar tentang teologi yang sesungguhnya.
Kemungkinan orang-orang Kristen juga harus memahami dengan benar apa itu
teologi kontemporer, dengan demikian mereka dapat membedakan antara teologi
kontemporer dan teologi yang benar. Dengan demikian, setiap orang Kristen dapat
dipastikan tidak terpengaruha dengan ajaran teologi kontemporer.
[1]Prof.DR..Harvie M.Conn, Teologi Semesta Kontemporer, (Malang: seminari Alkitab Asia Tenggara,
cetakan pertama 1985), hlm.15.
[2]Paul Enns, Buku Pegangan Teologi Jilid 2, (Malang: literature saat, cetakan
keenam 212), hlm. 189.
[3]Paul Enns, Buku Pegangan Teologi jilid 2, (Malang: Literatur Saat, cetakan
keempat 2007), hlm. 190-191.
[4]Ibid
[5]Prof.DR.Harvie M.Conn, Teologia Semesta Kontemporer, (Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1985), hlm.5.
[6]Enns, Buku Pegangan..., hlm.192.
[7]James Barr, Alkitab
di Dunia Modern, (Jakarta: penerbit BPK, 1999), hlm 107.
[8]Paul Enns, Buku Pegangan Teologi Jilid 2, (Malang: Literatur Saat, cetakan
keempat 2007), hlm. 209.
[9]Prof.DR.Harvie M.Conn, Teologi Semesta Kontemporer, (Malang:
Seminari Alkitab Asia Tenggara, 1985), hlm. 135-141.
[10]Victor M.Matthews, Neo Evangelikalisme, (Des Plaines:
Regular Baptist Press, 1971), hlm. 1-2.
[11]Conn, Teologi Semesta…, hlm.63-68
[12]Daniel Lucas Lukito,M.th, pengantar teologia kristen, (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup,1998) ),
hlm.5.
[13]Gerarhd. F. Hassel, Teologi Perjanjian Lama, (Malang:
Penerbit Gandum Mas, 1992). hlm.113-127.
[14] Henry C. Thiessen, Teologi
Sistematika, (Malang: Penerbit Gandum Mas, cetakan kedelapan 2010), hlm.
4.
[15] Daniel Lucas Lukito, M.Th. Pengantar Teologi Kristen.(Bandung: Yayasan Kalam Hidup,1998). Hlm. 48-52.
[16] Ibid.
bisa tolong cantumkan nama penerbitnya
BalasHapussaya deadline mita tolong di cantumkan nama penerbit
The 15 Best Casinos Near Mohegan Sun Arena - Mapyro
BalasHapusThe 15 공주 출장마사지 Best Casinos Near 속초 출장안마 Mohegan Sun Arena - Find 광주 출장안마 the best casino near 밀양 출장샵 you and stay updated with all information you need about the 전라북도 출장마사지 casino.